Puncak Gunung Tertinggi Nomor Dua di Pulau Jawa

Gunung Slamet, gunung nomor 2 tertinggi di Pulau Jawa, salah satu gunung yang sejak dulu ingin sekali untuk aku daki selain Mahameru. Bersama 7 orang teman di Bulan November 2016 akupun bisa mewujudkannya, kami berangkat dari Yogyakarta menggunakan mobil melesat menuju Kabupaten Purbalingga Jawa Tengah.


Saat itu dibulan November 2016 seminggu setelah wisuda, aku membuat rencana pendakian ke Gunung Slamet yang ku sampaikan ke Patrice, ia pun mengiyakan ajakan tersebut. Rencana itu aku buat memang untuk merefresh otak karena 4 bulan sebelumnya berjibaku dengan bahan penelitian. Kalo masih ingat ditulisanku sebelumnya, awal perkenalanku dengan Patrice saat sama-sama mendaki Gunung Sindoro di Wonosobo. Sejak itu kami berteman dan melakukan petualangan bersama.

Kami mencari sejumlah teman untuk diajak ikut mendaki. Akhirnya Aku, Patrice, Pardi, Bagas, Sandri, Alor, Pak Pol, dan Haqqy berdempet-dempetan dengan keril-keril besar yang kami bawa dalam satu mobil. Kurang lebih 5-6 jam kami sampai di Kota Purbalingga. Kami akan mendaki lewat jalur pendakian yang sering dilalui pedaki yang akan mendaki Gunung Slamet dan merupakan jalur terpendek, yakni via jalur Bambangan. Ada kejadian lucu ketika perjalanan menuju beskem pendakian, karena kita tidak tahu jalan menuju kesana, kami bertanya kepada orang-orang yang masih begadang tengah malam saat itu. Waktu itu ada sekumpulan pemuda dipinggir jalan sedang berkumpul, salah satu dari kami turun dari mobil dan menanyakan jalan menuju beskem pendakian Via Bambangan. 

Seingatku begini isi percakapannya,
“Permisi mas, mau tanya kalau jalan ke jalur pendakian Bambangan lewat mana yaa ?”
Salah satu dari pemuda yang sedang duduk-duduk itu menjelaskan kemana arah menuju ke beskem Bambangan, diakhir penjelasanya dia bilang “nanti kalau nemu patung elang, itu langsung belok kiri saja mas” lucunya dia menjelaskan mengenai patung elang sambil bergaya seperti elang mau terbang dengan kakinya diangkat satu. Seketika kami yang ada dalam mobil menahan ketawa melihat tingkat pemuda itu.

Merasa cukup infromasi kamipun bergegas menuju tempat yang dituju karena sudah merasa lelah selama diperjalanan. Jalan menuju beskem Bambangan ternyata tak semulus perkiraan, kami memasuki hutan dengan jalan yang sempit dan menanjak. Kami pikir telah ditipu oleh pemuda tadi tapi kami berupaya yakin ini jalan yang benar dan pada akhirnya sampai juga di beskem Bambangan. Sialnya beskem tersebut sedang direnovasi, kamipun istirahat di rumah warga yang sudah penuh sesak dengan pendaki yang sedang tertidur.

Jam 9 pagi kami telah siap dengan perlengkapan masing-masing untuk memulai pendakian. Seberes berdoa bersama kami mulai mendaki. Pendakian awal dimulai dengan menyusuri perkebunan penduduk, mengikuti jalan setapak sampai bertemu lapangan yang cukup luas. Dari lapangan ini jalan sudah mulai menanjak sampai ketemu Pos 1 Pondok Gemirung (Gardu Pandang). Di Pos 1 ini ada 3  sampai 4 bangunan pondokan semi permanen terbuat dari seng untuk tempat berjualan sekaligus istirahat para pendaki. Belum apa-apa kami sudah jajan banyak disini. Beberapa dari rombongan kami memang baru pertama kali mendaki jadi lumayan lama kami beritirahat di Pos 1.


Vegetasi mulai lebat dari Pos 1 menuju Pos 2, track yang dilalui semakin menanjak, kami sering beristirahat karena tenaga terkuras, memang jarang ditemui dataran. Pos 2 walang, disini juga terdapat warung yang menjajakan makanan, seringnya makanan yang dijajakan itu tempe medoan, pop mie, dan semangka. Pos ini cukup teduh cocok sekali untuk beristirahat sembari meluruskan punggung.

Perjalanan ke Pos 3 Cemara sedikit lebih ringan, tetap menanjak di tengah lebatnya hutan Gunung Slamet. Waktu tempuh dari Pos 2 menuju Pos 3 kurang lebih 1 jam perjalanan.
Pos 4 Samarantu terkenal dengan Pos yang paling angker, memang sih di Pos ini cahaya matahari tidak begitu terang karena memang lebatnya vegetasi di Pos ini walaupun di siang hari. Disarankan pendaki jangan menginap atau mendirikan Tenda disini karena sudah terbukti banyaknya kejadian mistis yang terjadi. Sialnya disini karierku yang dibawa Alor dia tinggal karena sudah tidak sanggup membawanya. Padahal aku sudah sampai Pos 5, alhasil aku turun kembali untuk mengambil kerilku untung saat itu matahari masih terik, masih berani untuk kembali ke Pos 4.



Selepas Pos 4 jalur tetap menanjak namun vegetasi mulai terbuka. Jarak Pos 4 ke Pos 5 tidak terlalu jauh bisa ditempuh dalam waktu 30 menit. Pos 5 ini berada di ketinggian 2.775 MDPL. Setiap Weekend ada sepasang suami istri yaang menjajakan makanan dan minuman di Pos ini. Terdapat sumber air yang ada ketika musim hujan datang. Shelter di Pos 5 Pondok Mata Air ini cukup luas, bisa untuk bermalam pendaki tanpa harus mendirikan tenda. Di Pos ini kami bertemu bidadari cakep dari Jakarta, make up nya waterprof deh kayaknya. Kami ajak ngbrol, ternyata pengalaman mendakinya sungguh luar biasa, setiap hari ulang tahunnya dia mendaki Rinjani, jadi punya porter langganan disana.


Karena dirasa hari belum terlalu sore dan kami pikir cukup waktu untuk mendirikan tenda di Pos 7 kamipun bergegas mendaki lagi menuju Pos 6 yang jaraknya tidak terlalu jauh dengan Pos 5. Pos 6 Sang Hyang Rangkah merupakan dataran sempit dijalur pendakian. Vegetasi pohon mulai berkurang disini.

Pos 6 ke Pos 7 pemandangan mulai terbuka, banyak pepohonan yang daunya berguguran waktu itu seperti di sedang di Jepang. Pos 7 Sang Hyang Jampang merupakan spot favorit untuk mendirikan tenda atau bermalam sebelum summit di pagi harinya. Dari Pos 7 ini kita sudah bisa melihat deretan gunung lain nan jauh disana, ada Sindoro Sumbing, Prau, Merbabu dan Merapi. Di Pos 7 ini juga terdapat Shelter yang bisa digunakan untuk menginap para pendaki.

Kami bermalam di Pos 7, kami tidak terlalu larut malam sudah tertidur lelap karena saking capeknya mendaki gunung tertinggi nomor 2 di Jawa setelah Mahameru ini. Subuh kami bangun untuk berisap melakukan summit. Kala itu cuca cerah, kami memutuskan tidak membawa rain coat atau mantel sama sekali.


Dari Pos 7 menuju Plawangan jalur menanjak dan semakin terbuka karena sudah keluar dari vegetasi. Di Plawangan ini kami disuguhi surise yang sangat indah, warna langit menjadi biru, orange dan merah. Plawangan menuju Puncak gunung Slamet, selepas dari vegetasi track semakin menantang layaknya pendakian ke gunung Semeru, track berupa batu dan pasir. 15 menit kami mendaki, tiba-tiba awan gelap disertai angin dari awah bawah naik ke atas, alhasil seluruh pendaki yang melakukan summit kepuncak panik sekali. Ada satu pendaki yang membawa HT dihubungi oleh pihak basecamp untuk tidak memaksakan ke puncak karena akan ada badai. Segera mungkin kami mencari tempat berlindung dari angin. Jarak pandang tak lebih dari 1 meter, kala itu kami bingung mau naik terhalang kabut, mau kembali turun juga terhalang kabut. Kami terpisah satu dengan yang lain. Setelah menunggu 30 menit badai mulai reda, kami mulai mendaki namun tiba-tiba angin kencang menghampiri lagi. Dalam kondisi itu aku sudah merasa pasrah dengan apa yang akan terjadi, memang alam tidak bisa dilawan dan diprediksi. Kami sudah yakin tidak membawa rain coat/mantel karena sebelumnya cuaca cerah tapi tiba-tiba menjadi semencekam itu.


Alor terpisah dari rombongan, kami panik saat itu, kami coba untuk tetap naik ke atas berharap Alor sudah diatas. Sampai di Puncak Slamet, angin masih lumayan kencang, kawah tertutup kabut. Sekitar 10 menit kami mencari Alor diatas puncak, akhirnya dia muncul menyusul dari bawah, ternyata Alor berlindung disebuah batu besar sebelum ia memutuskan untuk naik lagi menuju puncak.

Seberes beristirahat di Puncak, kami bergantian dengan pendaki lain melakukan swafoto. Puncak gunung Slamet disebut Puncak Surono. Pendaki bisa melihat kaldera yang luas yang disebut segoro wedi dibalut lautan awan yang cantik.



Kami turun dari puncak dengan sangat berhati-hati mengingat tracknya berpasir, pendaki dapat dengan mudah terpeleset, tidak ada pohon yang dapat digunakan untuk berpegangan.
Sampai di tempat kami mendirikan tenda, kami bergegas membuat santapan untuk dimakan, karena perjalanan menuju puncak tadi sungguh sangat menguras tenaga.

Begitulah sedikit cerita perjalanan menuju puncak tertinggi nomor 2 di Pulau Jawa. Kami pun turun menuju beskem dari Pos 7 pukul 11 siang dan sampai bawah pukul setengah 5 Sore.

Komentar

Postingan Populer